
Gurmanisasi Kurma: Kreasi Sticky Toffee Pudding ala Chef Saudi
Di tengah pesona gurun dan spiritualitas Tanah Arab, kurma telah menjadi simbol kuliner yang tak tergantikan. Dari camilan berbuka puasa hingga bingkisan khas musim haji, buah ini tak sekadar makanan—ia adalah warisan budaya. Namun, di tangan para chef muda Saudi, kurma tak lagi hanya dikonsumsi secara tradisional. Mereka menghadirkan inovasi kuliner yang mencengangkan, salah satunya dalam bentuk Sticky Toffee Pudding—dessert klasik Inggris—yang kini mendapatkan sentuhan lokal dengan bahan utama khas Arab: kurma Ajwa atau Medjool.
Evolusi Rasa di Arab Saudi
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kuliner Arab Saudi mengalami evolusi besar-besaran. Kota-kota seperti Riyadh dan Jeddah kini menjadi pusat ekspresi gastronomi modern, di mana para koki muda berani memadukan cita rasa lokal dengan teknik Barat. Salah satu pionirnya adalah Chef Laila Al-Farouq, lulusan sekolah kuliner di Paris, yang terkenal dengan kreasi dessert fusion-nya.
Chef Laila adalah tokoh utama di balik “Sticky Toffee Pudding Kurma”, dessert lembut dengan saus toffee hangat yang disiramkan ke kue basah berbahan dasar kurma. Menurutnya, kurma yang kaya rasa dan alami manis adalah substitusi sempurna untuk gula rafinasi dalam resep klasik Inggris ini.
Dari London ke Jeddah: Transformasi Dessert Klasik
Sticky Toffee Pudding adalah dessert khas Inggris yang terkenal dengan kelembutan dan kekayaan rasa. Biasanya terbuat dari kue berbahan dasar kurma yang dikukus atau dipanggang, lalu disiram saus toffee yang terbuat dari mentega dan gula. Di Inggris, dessert ini sering disajikan hangat dengan es krim vanilla atau whipped cream.
Namun, versi Saudi-nya memiliki keunikan sendiri:
-
Kurma lokal seperti Medjool atau Ajwa digunakan, memberikan rasa karamel alami yang lebih dalam.
-
Rempah Timur Tengah seperti kapulaga atau kayu manis kadang ditambahkan untuk memperkuat aroma.
-
Saus toffee kadang dimodifikasi dengan tambahan tahini (pasta wijen) atau sedikit susu unta untuk karakteristik gurih yang unik.
-
Penyajian juga disesuaikan, seperti menggunakan piring marmer bergaya Arab atau menyandingkannya dengan teh mint panas.
Kurma: Bukan Sekadar Buah
Bagi masyarakat Saudi, kurma memiliki makna yang dalam—baik secara religius, budaya, maupun kesehatan. Dalam Islam, kurma disebutkan dalam berbagai hadis dan ayat Al-Qur’an sebagai buah yang diberkahi. Kaya akan serat, antioksidan, dan gula alami, kurma telah lama menjadi sumber energi raja zeus utama bagi masyarakat gurun.
Chef Laila mengatakan, “Mengubah kurma menjadi komponen utama dalam dessert modern adalah bentuk penghormatan, bukan penghilangan identitas. Kami tidak menghilangkan budaya, kami memodernisasinya.”
Dampak Kuliner terhadap Identitas
Kreasi seperti Sticky Toffee Pudding Kurma tidak hanya memperkenalkan kekayaan rasa baru, tapi juga membuka ruang dialog budaya antara Timur dan Barat. Pengunjung internasional yang mencicipi kreasi ini di restoran fine-dining di Jeddah merasakan pengalaman kuliner yang unik—perpaduan rasa Inggris klasik dengan aroma Arabian nights.
Menurut kritikus kuliner di Gulf Times, dessert ini telah menjadi simbol tren baru: “Gurmanisasi Kurma“—yakni upaya mengangkat kurma sebagai bahan utama dalam hidangan gourmet, tidak sekadar camilan tradisional.
Resep Sederhana ala Rumah
Bagi yang penasaran mencobanya sendiri di rumah, berikut versi sederhana dari Sticky Toffee Pudding Kurma ala Saudi:
Bahan:
-
200 gram kurma Medjool (buang biji, cincang)
-
1 sdt baking soda
-
250 ml air panas
-
100 gram mentega
-
150 gram gula palem
-
2 butir telur
-
1 sdt vanila
-
200 gram tepung terigu
-
Sejumput kayu manis dan kapulaga
Saus toffee:
-
100 gram mentega
-
100 gram gula palem
-
150 ml krim kental
-
1 sdm tahini (opsional)
Cara Membuat:
-
Rendam kurma dengan baking soda dan air panas selama 10 menit, lalu haluskan.
-
Kocok mentega dan gula, tambahkan telur satu per satu.
-
Campur kurma halus, vanila, dan rempah ke dalam adonan.
-
Tuang ke loyang, panggang 180°C selama 30–35 menit.
-
Untuk saus, panaskan semua bahan hingga mengental.
-
Sajikan kue dengan saus hangat dan, jika suka, es krim vanilla.
BACA JUGA: Ma’amoul 2.0: Inovasi Isian Pistachio dan Cokelat di Jeddah Modern

Ma’amoul 2.0: Inovasi Isian Pistachio dan Cokelat di Jeddah Modern
Di tengah kilauan modernitas Kota Jeddah, Arab Saudi, sebuah inovasi kuliner menggugah rasa dan kenangan tradisi: Ma’amoul 2.0. Camilan klasik yang identik dengan perayaan Idulfitri dan tradisi Arab ini kini hadir dalam tampilan dan rasa baru yang lebih modern. Dengan isian pistachio dan cokelat, Ma’amoul versi terbaru ini tidak hanya memanjakan lidah, tapi juga menjadi simbol dari perpaduan budaya lama dan tren kontemporer yang kini semakin populer di kalangan generasi muda Arab.
📜 Dari Tradisi ke Tren Modern
Ma’amoul merupakan kue kering khas Timur Tengah yang telah ada selama ratusan tahun. Terbuat dari adonan semolina atau tepung terigu, kue ini biasanya diisi dengan kurma, kacang-kacangan seperti walnut atau pistachio, lalu dibentuk menggunakan cetakan tradisional bergambar bunga atau pola geometris.
Namun kini, Ma’amoul tidak hanya dijumpai saat hari besar Islam seperti Idulfitri atau Iduladha. Di Jeddah, kue ini telah berevolusi menjadi kudapan bergengsi yang tampil di butik-butik pastry mewah, kafe kekinian, hingga toko online Instagram-able. Ma’amoul 2.0 adalah nama yang populer untuk menggambarkan varian baru ini—lebih berani, lebih lezat, dan lebih bergaya.
🍫 Isian Pistachio dan Cokelat: Duet Rasa yang Memikat
Apa yang membuat Ma’amoul 2.0 berbeda? Salah satu jawabannya adalah kombinasi isiannya yang inovatif: pistachio dan cokelat.
-
Pistachio, kacang eksotis khas Timur Tengah, memberikan tekstur renyah, rasa gurih, dan warna hijau alami yang memikat. Kandungan gizinya pun tinggi, menjadikan Ma’amoul tidak hanya lezat tapi juga bernutrisi.
-
Cokelat, bahan global yang dicintai berbagai generasi, memberikan kontras rasa manis, creamy, dan aroma menggoda. Ketika berpadu dengan pistachio, hasilnya adalah sensasi rasa yang kaya dan seimbang.
Isian ini biasanya dibalut oleh kulit kue yang lebih lembut dibanding versi tradisional, lalu diberi taburan gula halus atau bahkan dilapisi cokelat leleh untuk tampilan lebih mewah. Beberapa kafe bahkan menyajikannya hangat dengan lelehan isian saat dipotong—pengalaman makan yang benar-benar memikat indera.
☕ Pasangan Sempurna untuk Kopi Arab Modern
Di Jeddah, budaya minum kopi mengalami transformasi besar. Kedai kopi modern tumbuh pesat, menyajikan kopi specialty dengan sentuhan lokal seperti qahwa Arab, saffron latte, hingga espresso dengan kurma.
Ma’amoul 2.0 hadir sebagai pasangan sempurna untuk kopi-kopi ini. Ukurannya pas untuk satu gigitan, teksturnya kontras dengan minuman hangat, dan rasa manis gurihnya menyeimbangkan pahitnya kopi. Tidak heran jika banyak coffee shop di Jeddah kini menyediakan Ma’amoul varian baru sebagai menu pendamping wajib.
🛍️ Daya Tarik Visual dan Pasar Anak Muda
Salah satu faktor kesuksesan Ma’amoul 2.0 adalah tampilannya yang Instagram-able. Bentuknya tidak lagi hanya bundar atau lonjong klasik. Kini hadir dalam bentuk hati, kubus mini, hingga berlapis seperti sandwich.
Kemasan juga tak kalah menarik—menggunakan desain rajazeus terbaru minimalis modern, dus berwarna pastel, dan detail kaligrafi Arab yang elegan. Sangat cocok untuk oleh-oleh, hampers Ramadan, atau hadiah ulang tahun.
Pasar utamanya? Generasi muda Arab yang semakin sadar gaya hidup, kuliner, dan estetika. Mereka tidak hanya membeli karena rasa, tetapi juga karena nilai budaya yang dibungkus dengan gaya kekinian.
🧑🍳 Pelaku Usaha Lokal Berinovasi
Tren Ma’amoul 2.0 turut membuka peluang bisnis baru di kalangan pengusaha muda Jeddah. Banyak pastry chef lulusan luar negeri kembali ke Arab Saudi dan mulai menciptakan resep-resep inovatif berbasis kue tradisional.
Beberapa bahkan menambahkan:
-
Isian karamel asin dan pistachio
-
Ma’amoul dengan adonan cokelat
-
Versi gluten-free atau vegan-friendly
-
Ma’amoul dingin dalam bentuk es krim sandwich
Dengan adanya platform digital dan media sosial, produk mereka cepat viral dan menarik pelanggan dari berbagai negara Teluk.
🌍 Jembatan Antara Budaya dan Masa Depan
Ma’amoul 2.0 adalah contoh nyata bagaimana kuliner bisa menjadi jembatan antara budaya dan masa depan. Inovasi ini tidak menghilangkan nilai tradisional, tapi justru menghidupkannya kembali dalam format yang relevan dengan zaman.
Di tengah gempuran tren kuliner global, Jeddah berhasil menunjukkan bahwa warisan budaya bisa hidup berdampingan dengan inovasi. Ma’amoul, yang dulu hanya disajikan saat hari raya, kini menjadi bagian dari gaya hidup modern yang membanggakan.
BACA JUGA: Kuih Lopes: Kue Beras dengan Santan Murah